BUKU UNGGULAN

BUKU ORI ATIK SOEPANDI: TETEKON PADALANGAN SUNDA: PATOKAN PADALANGAN SUNDA SEJAK PRIANGAN, CETAKAN I

Daftar Eusi Pihatur Pangjajap Bab I Purwaka Bab II Sajarah jeung Mekarna Padalangan Priangan Bab III Patokan Padalangan Sunda Sejak Priangan...

BUKU PILIHAN

  • AGUS DERMAWAN T. DKK.: THE PUPPET STATE - GATOT INDRAJATI
  • LAKON ARIFIN C. NOER: ORKES MADUN
  • SAPARDI DJOKO DAMONO: BABAD BATU
  • H.E. VAN GELDER: REMBRANDT
  • GOENAWAN MOHAMAD: FRAGMEN
  • KOMUNITAS SASTRA INDONESIA: CATATAN PERJALANAN
  • NASRUDIN AFFANDI: HUMOR SUFI, JILID 1-5

Wednesday, September 25, 2019

E-BOOK NOVELET KIRAN AMUTI: REPETISI HATI

Repetisi Hati menceritakan kisah cinta antara mahasiswa dan siswi SMA. Keduanya sama-sama gemar membaca buku dan mengunjungi toko buku. Si Cewek suka buku filsafat. Tapi, malah si Cowok yang lagaknya kayak filsuf. Dari sanalah konflik bermula.

Akhirnya, kutemui juga dia di teras. Dia duduk di kursi besi menghadap ke jalan. Merasakan kehadiranku, dia menoleh. Aku duduk di kursi besi dekat pintu. Meja kecil dari instalasi besi dengan penutup dari kaca memisahkan kami.
Matanya menatapku. Aku malu untuk membalas menatap matanya. Mukaku pun kutekuk.
“Kok, malu-malu, sih? Mana kata-kata ‘aku suka kamu’ yang sering kamu ulang-ulang itu?” Nada bicaranya terasa mengejek.
Aku diam saja. Hatiku merasa terpojok.
“Apa kamu sekarang udah nggak suka lagi sama saya?”
Dengan sedikit keberanian, aku menjawab, “E… masih.”
“Kenapa nggak ngomong lagi seperti dulu?”
“Maaf, apa maksudmu sebenarnya datang ke sini?”
“Ditanya, kok, malah balik tanya. Jawab dulu pertanyaan saya.”
“Aku tidak mau menjawabnya.”
“Oke, saya nggak akan maksa kamu buat jawab. Tapi, saya akan tetap jawab pertanyaanmu,” katanya seraya menggeser kursi yang didudukinya hingga menghadap ke arahku.
“Pertama, saya mau minta maaf karena selama ini saya susah dihubungi dan susah juga ditemui. Selain karena pengen menghindarimu, belakangan ini, saya emang sibuk dengan tugas sekolah dan persiapan ngadepin ujian nasional.
Tapi, kalau sempat, telepon darimu kadang-kadang masih saya angkat, pesan-pesan darimu kadang-kadang masih saya balas. Nggak seperti telepon dan pesan-pesan dari saya ke kamu, nggak sekali pun kamu angkat dan balas. Malah, nggak ada satu pun pesan dari saya yang kamu buka dan baca. Padahal, apa yang saya katakan sekarang dan sebentar lagi ini sudah saya tulis di pesan-pesan yang nggak pernah kamu buka dan baca sampai sekarang itu.”
Baru kali ini, dia omong sepanjang itu. Selama ini, akulah yang sering omong sepanjang itu. Aku seperti menghadapi gadis yang berbeda dari gadis yang sebelum ini sering kutemui. Keberbedaan tersebut memorak-morandakan semua pikiran dan perilakuku selama ini.
“Kedua, saya pengen bilang, kamu ini aneh. Saya sering baca buku filsafat dan sangat jarang bisa ngerti. Sebab, banyak buku filsafat ditulis dengan cara berbelit-belit. Kamu cuma sesekali baca buku filsafat, tapi merasa paling ngerti. Udah begitu, sok kayak filsuf lagi. Tapi, filsuf yang ngawur. Kamu seperti Vladimir, tokoh dalam drama  Menunggu Godot yang pernah kamu ceritain. Selama ini, kamu banyak ngomong, tapi sebenarnya kamu nggak bener-bener ngerti apa yang kamu omongin.”
Kalimat-kalimat itu benar-benar menohok. Hatiku makin terpojok. Darahku mulai mendidih.
“Maaf, kamu nggak perlu marah. Waktu kamu minta saya supaya nggak maksa kamu buat datang tiap malam Minggu, saya juga nggak marah, walau kesal. Waktu saya lihat kamu bermesraan dengan cewek lain, saya juga nggak marah, walau cemburu. Selama kita nggak berhubungan dan mungkin kamu ngerasain semua yang saya rasain selama ini, apa kamu juga nggak marah? Apa kamu juga kesal dan cemburu?”
Semua ucapanku dulu menjadi bumerang. Seperti senjata makan tuan. Aku dibikin tidak berkutik.
“Ketiga, saya juga pengen bilang, cinta itu sederhana. Tapi, di tangan kamu, cinta jadi rumit. Dan, makin rumit waktu kamu nggak konsisten dengan omonganmu sendiri dan nggak adil memperlakukan orang lain, termasuk saya. Kamu minta dipahami orang lain, tapi kamu nggak mau mahami orang lain. Saya bilang cinta, tapi kamu tetap bilang suka. Dengan semua yang kamu lakuin sama saya, kamu ini sebenernya cuma suka doang sama saya atau benar-benar cinta?”
Keberanianku untuk berbicara kembali tumbuh.
Tetapi, baru satu kata meluncur dari bibirku, dia sudah memotong dengan ketus, “Jangan cari alasan dengan ngejelasin apa itu suka, apa itu cinta. Basi tau!”

Judul: Repetisi Hati
Penulis: Kiran Amuti
Bahasa: Indonesia
Tebal: 35 Halaman
Penerbit: Buku Seni
Tahun: Cetakan Pertama, 2019
Genre: Fiksi Remaja
Format: E-Book
Harga: Rp10.000

Silakan membeli e-book ini melalui Google Play.

No comments:

Post a Comment

Silakan berkomentar secara jelas dan tak melanggar aturan hukum. Jangan lupa mencantumkan e-mail yang benar supaya kami dapat membalas.